Fikri Faqih Raih Doktor Ilmu Lingkungan Undip
Semarang (20/12) -
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah diminta fokus soal pembangunan
lingkungan hidup, utamanya terkait kualitas lingkungan hidup yang
menunjukkan tren penurunan.
Anggota DPR RI Abdul Fikri Faqih dalam
keterangannya pada Selasa (19/12/2017) di Semarang menuturkan bahwa
indeks kualitas lingkungan hidup di Jawa Tengah, sesuai data Kementerian
Lingkungan Hidup menunjukkan tren penurunan.
“Indeks yang menggunakan indikator
kualitas air sungai, kualitas udara dan tutupan hutan ini menempatkan
Jateng, pada tahun 2009 di urutan ke-20, tahun 2010 urutan ke 25 dan
tahun 2011 di urutan ke 28 dari 34 provinsi di Indonesia,” katanya.
Fikri juga mengungkapkan bahwa kondisi
tersebut diperparah dengan program pembangunan yang cenderung dianggap
mengabaikan aspek perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
“Sehingga Jateng termasuk provinsi yang
rawan banjir, tanah longsor, kekeringan dan bencana lingkungan lainnya.
Bencana tersebut, menurut pakar Lingkungan Sudharto P. Hadi akibat dari
terlampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan,”tandas kandidat
doktor Lingkungan Hidup Universitas Diponegoro ini.
Lebih lanjut, Fikri mengungkapkan bahwa
dalam kurun waktu 2002 – 2012 hanya mengalokasikan rata-rata 0.34% saja
dari APBD per tahun.
Jika dibandingkan dengan anggaran
lingkungan negara ini tentu sangat kecil karena rerata anggaran
lingkungan nasional adalah 1% dari APBN. Padahal Indonesia termasuk yang
mengalokasikan anggaran lingkungannya kecil dibandingkan dengan negara
Ghana dan Mali yang mengalokasikan anggaran lingkungannya sebesar 2,5%
dari APBN mereka.
“UU No 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 45 mewajibkan
pemerintah mengalokasikan anggaran yang memadai untuk program
pembangunan yang berwawasan lingkungan, mengapa UU ini tidak mendapatkan
perhatian serius di Jateng? perlu dianalisis proses penyusunan APBD
Jateng untuk fungsi lingkungan hidup dan jug komitmen pemerintah,”
jelasnya.
Untuk itu, dia menyarankan bahwa fokus
pengelolaan lingkungan hidup, diawali dari proses penyusunan anggaran
berbasis lingkungan yang dikawal oleh pemeran serta tak resmi yakni
lewat musrenbang di jalur eksekutif dan lewat masa reses di jalur
legislatif.
“Juga melibatkan secara aktif pemeran
serta resmi yang ada di DPRD. pada alat kelengkapan dewan berupa komisi
yang membidangi lingkungan hidup yakni komisi D. Di DPRD ada juga kaukus
lingkungan hidup yang terdiri dari anggota-anggota dari berbagai fraksi
dan anggota-anggota dari berbagai komisi, meskipun bukan alat
kelengkapan Dewan, namun mereka adalah kumpulan anggota yang peduli
dengan isu lingkungan hidup,” ungkap legislator Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) ini.
Fikri kemudian menyarankan perlunya
terobosan baru yang disebut Comprehensive, Focused and Participatory
Budgeting Proccess (CFPBP).
“Jika selama ini proses penyerapan
aspirasi hanya cenderung formalitas, sekarang harus didukung dengan
regulasi yang jelas berupa Perda ataupun Pergub yang mengatur secara
mandatory pelibatan mereka (pemerhati lingkungan) untuk secara aktif
mengawal setiap anggaran di setiap SKPD sesuai dengan aspirasi yang
berkembang berasal dari masyarakat,”paparnya.
Sehingga, dengan konsep tersebut, kata
Fikri usulan untuk menyempurnakan proses pembicaraan pendahuluan
dilakukan sebelum menyusun RAPBD dilengkapi dengan proses penelusuran
lewat dokumen pernyataan anggaran lingkungan hidup yang mendampingi
RKA-SKPD. Hal itu, kata Fikri bisa menyelamatkan Jateng dari bencana
lingkungan.
“Model inilah yang dipercaya bisa
menyelamatkan Jateng dari bencana lingkungan dengan menerapkan kebijakan
anggaran yang berbasis lingkungan,” pungkasnya.
Post a Comment