Soal Semen Rembang, DPRD Harap Ada Titik Temu Pemprov-Warga Kendeng
Semarang (9/1) -
Wakil Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah,
Hadi Santoso berharap segera ada upaya titik temu terkait persoalan
konflik pabrik Semen di Kabupaten Rembang antara Pemerintah Provinsi
dengan warga Kendeng yang memprotes pembangunan pabrik semen di
Kabupaten Rembang.
Sebagaimana diketahui, ratusan warga
pegunungan Kendeng sejak awal Desember tahun 2016 lalu hingga saat ini,
Sabtu (7/1/2017) atau sekitar20 hari memprotes menuntut penutupan pabrik
semen di Rembang dengan mendirikan tenda di depan kantor Gubernur,
Jalan Pahlawan, Kota Semarang.
Menurut Hadi, bagaimanapun juga, warga
Rembang yang memprotes tersebut adalah bagian dari rakyat Jateng yang
menjadi tanggungjawab dari Gubernur Ganjar. Sehingga, kata Hadi,
Gubernur perlu menemui dan duduk bersama, membicarakan solusi agar
permasalahan Semen rembang ini tak berlarut-larut.
“Saya kira mereka selama 19 hari di
Semarang membutuhkan biaya yang tak sedikit, sehingga alangkah lebih
baik perlu ada titik temu, antara Gubernur dengan rakyatnya yang sedang
memprotes, apakah duduk bersama atau cara lain, yang penting agar
persoalan ini tak semakin berlarut-larut,” ungkapnya, Sabtu (7/1/2017)
di Semarang.
Di sisi lain, politikus Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) Jateng ini meminta semua pihak untuk menahan diri
terkait persoalan pembangunan pabrik semen, baik yang setuju atau yang
tidak setuju. Hal itu perlu dilakukan mengingat persoalan pembangunan
pabrik semen ini tak hanya berkutat persoalan infrastuktur. “Tapi juga
ada persoalan sosial budaya, mata pencaharian dan juga lingkungan,”
katanya lagi.
Sebagaimana diketahui, konflik sebagian
warga Kendeng dengan Gubernur ini berawal dari Keputusan Mahkamah Agung
(MA) Nomor 99 PK/TUN/2016, pada 5 Oktober 2016 yang membatalkan putusan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Surabaya Nomor 135/B/ 2015/
PT TUN SBY tanggal 3 November 2015. Putusan PTTUN Surabaya ini
menguatkan putusan PT TUN Semarang Nomor 064/G/2014/PTUN SMG tanggal 16
April 2015 yang menolak gugatan warga karena dianggap kadaluwarsa.
Selanjutnya, warga Kendeng mengajukan
gugatan untuk mencabut izin lingkungan Nomor 660.1/17 tahun 2012 tanggal
7 Juni 2012 tentang kegiatan penambangan PT Semen Gresik. Gugatan
diajukan lima warga Rembang dan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia. Tergugatnya Gubernur Jateng dan PT Semen Gresik.
Hasil gugatan tersebut diketahui bahwa
MA mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya. Juga menyatakan SK
Gubernur Jateng Nomor 660.1/17 tahun 2012 tanggal 7 Juni 2012 tentang
Izin Lingkungan kegiatan penambangan oleh PT Semen Gresik, di Rembang,
batal. Majelis hakim MA, diketuai Irfan Fachruddin, beranggotakan Yosran
dan Is Sudaryono, mewajibkan kepada tergugat untuk mencabut SK Gubernur
tersebut.
Namun, Gubernur Ganjar Pranowo
mengeluarkan izin lingkungan yang diterbitkan Gubernur pada tanggal 9
November dengan Nomor 660.1/130/2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan
Penambangan dan Pengoperasian atas nama PT Semen Indonesia.
Diketahui pada Selasa (20/12/2016) lalu,
Gubernur Ganjar akhirnya menemui ratusan warga Kendeng yang
berdemonstrasi terkait penolakan pabrik semen tersebut. Namun dalam
pertemuan tersebut, warga Kendeng masih belum puas dengan hasilnya,
karena mski menolak pabrik Semen, Ganjar masih belum ambil tindakan
tegas untuk mencabut perijinan pabrik semen. Gubernur dinilai tidak
fokus pada substansi permasalahan yang melibatkan Warga Kendeng dan PT
Semen Indonesia.
“Meski sudah ada pertemuan, namun
nyatanya belum membuahkan hasil yang memuaskan kedua belah pihak,
sehingga kami menyarankan perlu titik temu lanjutan untuk menyelesaikan
persoalan ini, bagaimanapun juga, warga Kendeng adalah rakyat Jateng
yang harus didengar aspirasinya,” pungkas Hadi.
Post a Comment