Dakwah Kemuslimahan itu Sesuatu
dakwatuna.com – Beberapa
orang awam bertanya, kenapa sih lembaga dakwah ada departemen
kemuslimahan, di BEM dan DPM aja ga ada. “Yaiyalah ga ada, fungsi dan
sasaran lembaga nya juga beda.” Dalam hati. Saya masih ingat ketika
menjadi calon ketua Salam UI 17, saya pernah ditanya oleh panelis
tentang dakwah kemuslimahan. “Ary, coba satu kata untuk muslimah.”
Panelis akhwat bertanya. “Muslimah itu sesuatu.” Jawab saya.
Mungkin
bagi orang yang menonton sesi eksplorasi caketum Salam UI, “Ini si ary
jawab apaan sih ga jelas.” Terdengar suara penonton. Ya bagi saya
muslimah itu sesuatu, maksudnya adalah mereka harus diperlakukan khusus
dengan karakteristik yang ia punya. Saat pencalonan, saya punya ide
untuk membuat konten Hijab Story di channel youtube SalamTV, mengundang bagi mereka yang mendapat hidayah untuk menceritakan kisah inspirasinya melalui media youtube. Sayangnya, ide itu tidak terlaksana, #curcol.
Dalam
memulai dakwah muslimah, kita harus mengisi amunisi sebelum terjun ke
lapangan untuk “menembak” objek dakwah muslimah. Yeah saya memang suka
untuk bilang, “Kita perlu data mereka (muslimah).” Berapa perempuan yang
Islam, perempuan yang pakai jilbab dan tidak, perempuan pakai jilbab
syar’i (menutupi dada), kenapa perempuan tidak pakai jilbab syar’i,
kenapa perempuan berjilbab memutuskan melepas jilbabnya, konten
kebutuhan dakwah muslimah, dan sebagainya. Hal ini yang harus departemen
kemuslimahan lembaga dakwah perhatikan dengan jeli agar dakwahnya tidak
begitu-begitu saja.
Lembaga dakwah
kampus juga sudah kreatif untuk memberikan apresiasi hadiah jilbab
dengan bungkus cantik, walau masih ada sisa jilbab yang menumpuk di
sekretariatnya, hehe. Lembaga dakwah juga memberikan challenge
kepada perempuan untuk menggunakan jilbab dalam waktu tertentu, keliling
kampus untuk mempromosikan hari jilbab internasional, dan sebagainya.
Gerakan-gerakan kreatif itu hanya menjadi euforia belaka tanpa lembaga
dakwah memiliki data riil tentang muslimah itu sendiri. Akhirnya,
gerakan kreatif dakwah muslimah kurang sistematis dan terukur, tetapi
mungkin bisa dibilang masif.
Departemen
Kemuslimahan juga harus berbasis data dalam mengincar objek dakwahnya.
Walaupun dengan acara seminar pranikah, acara tersebut pasti dipadati
oleh muslimah karena menyangkut masa depannya. Dalam bergerak dakwah
muslimah, ada tiga karakter utama, yakni ia bisa membentuk perempuan
menjadi Ummul Madrasah (sekolah peradaban, Jauzatul Muthiah (Istri yang taat), Mar’atus Sholihat
(perempuan sholehah). Pembentukan karakter ini tidak hanya diwujudkan
melalui program dakwah saja, tetapi juga sudah saatnya dakwah muslimah
bisa sedikit lebih serius, dalam arti mengelola objek dakwahnya secara
sistematis, terstruktur, dan terukur.
Dengan membuat analisis dakwah
muslimah yang sesuai dengan karakter utamanya dikaitkan dengan kondisi
perempuan kampus masing-masing yang memiliki tindaklanjut pada setiap
program yang dilakukan. Permasalahan perempuan makin kesini makin
kompleks, maka dari itu poin kolaborasi juga dengan institusi perempuan
lainnya menjadi hal yang penting untuk dipertimbangkan, seperti
Hijabers, @UkhtySally, @FilmMakerMuslim, @Islamicparenting, ormas
perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan sebagainya
agar dakwah kemuslimahan bisa massif dan inklusif. (dakwatuna.com/hdn)
Post a Comment