Aids Haraki
dakwatuna.com – Aku
gemakan sebuah gaung kewaspadaan terhadap kerusakan yang melingkupi dan
bahaya yang mengancam. Itulah wabah Aids Haraki yang menggerogoti
bangunan harakah dan tanzhim serta menghacurkannya menjadi puing. Sebuah
wabah yang diingatkan Al-Qur’an dengan tegas: “…dan janganlah kamu
berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang
kekuatan…”
Maka adakah yang
menyambut gema ini? Saya berharap demikian. Allah sajalah yang memberi
pertolongan dan kepada-Nya lah kita bertawakkal.
1 Ramadhan 1409 H
Fathi Yakan
1 Ramadhan 1409 H
Fathi Yakan
Aids
Haraki. Ya, demikianlah Ustadz Fathi Yakan – seorang ulama dan mujahid
dakwah tingkat dunia – mengistilahkan suatu fenomena yang telah dan
sedang terjadi di sebagian harakah (gerakan) Islam. Ini adalah sebuah
peringatan keras dari beliau kepada para aktivis dakwah, lebih dari
delapan belas tahun lalu. Fa dzakkir inna adz-dzikra tanfa’ul mu’miniin.
Aids
adalah kondisi ketika seseorang mengalami kehilangan daya kekebalan
tubuh, sehingga menjadi sangat rentan terhadap berbagai penyakit. Dan
karena virus HIV yang menyebabkan penyakit AIDS ini belum ditemukan
obatnya hingga saat ini, para pengidap HIV/AIDS pada umumnya akan segera
mengalami kematian secara mengenaskan.
Dalam
bukunya yang berjudul Ihdzaruu Al-Aids Al-Haraky (1989), Ustadz Fathi
Yakan secara khusus menyoroti kasus kehancuran harakah (gerakan) dan
tanzhim (organisasi) dakwah di Libanon. Pada saat yang sama beliau juga
menemukan fenomena yang sama sedang terjadi di sebagian negeri-negeri
muslim lainnya.
Menurut pendapat
beliau, kasus-kasus kehancuran organisasi dakwah yang berawal dari
melemahnya daya tahan internal organisasi mereka, seringkali terjadi di
saat mereka berada pada mihwar siyasi (orbit politik), yaitu saat
gerakan Islamiyah memasuki wilayah politik untuk menyempurnakan wilayah
amal dan pencapaian sasaran dakwahnya.
Mengapa
begitu? Apakah masuknya gerakan dakwah Islam ke dalam wilayah politik
adalah suatu kekeliruan? Tentu saja tidak! Karena syumuliyatul-Islam
(sifat kemenyeluruhan ajaran Islam) mengharuskan politik sebagai bagian
tak terpisahkan dari Islam. Dan syumuliyatud-da’wah menuntut kita untuk
memasuki wilayah politik.
Lalu
bagaimana suatu gerakan dakwah bisa terjangkiti penyakit aids dan
kemudian mengalami kehancuran? Dalam analisisnya, Ustadz Fathi Yakan
menyebutkan tujuh faktor yang menyebabkan semua ini.
Faktor
penyebab pertama, hilangnya manna’ah i’tiqadiyah (imunitas keyakinan)
dan tidak tegaknya bangunan dakwah di atas pondasi fikrah dan mabda’
yang benar dan kokoh. Dampak yang timbul dari faktor ini di antaranya adalah tidak tegaknya organisasi dakwah di atas fikrah yang benar dan kokoh.
Adakalanya
sebuah organisasi hanya berwujud tanzhim ziami, yaitu bangun organisasi
yang tegak di atas landasan loyalitas kepada seorang pemimpin yang
diagungkan. Ada lagi yang berupa tanzhim syakhshi, yaitu bangun
organisasi yang dibangun di atas bayangan figur seseorang. Yang lain
berupa tanzhim mashlahi naf’i yaitu bangun organisasi yang berorientasi
mewujudkan tujuan materi semata.
Dengan
begitu, jadilah bangunan organisasi dakwah tadi begitu lemah dan rapuh.
Tidak mampu menghadapi kesulitan dan tantangan. Akhirnya goncanglah ia
dan bercerai-berailah barisannya, sehingga muncul berbagai tragedi yang
menimpanya.
Faktor penyebab
kedua, rekruting berdasarkan kuantitas, dimana bilangan dan jumlah
personil menjadi demikian menyibukkan dan menguras perhatian qiyadah
(pemimpin) dakwah. Dengan anggapan bahwa jumlah yang banyak itu
menjadi penentu kemenangan dan kejayaan. Kondisi ini memang seringkali
mendapatkan pembenarannya ketika sebuah gerakan dakwah tampil secara
formal sebagai partai politik.
Orientasi
kepada rekruting kuantitas – pada sisi lain – akan memudahkan
pihak-pihak tertentu menciptakan qaidah sya’biyah atau basis dukungan
sosial untuk kepentingan realisasi tujuan-tujuannya. Dalam situasi
tertentu bisa muncul figur atau tokoh-tokoh tertentu dalam gerakan
dakwah yang memperjuangkan kepentingannya dengan memanfaatkan qaidah
sya’biyah yang dibangunnya. Pada saat seperti inilah, qaidah sya’biyah
ini bisa berdiri sebagai musuh bagi gerakan dakwah.
Faktor penyebab ketiga, bangunan organisasi dakwah tergadai oleh pihak luar.
Baik tergadai oleh sesama organisasi dakwah, organisasi politik, maupun
negara. Boleh jadi juga tergadai oleh basis-basis kekuatan yang ada di
sekelilingnya; baik secara politis, ekonomi, keamanan, atau keseluruhan
dari unsur-unsur ini.
Akibatnya,
bangun organisasi dakwah tadi kehilangan potensi cengkeram, kabur
orientasi, dan arah politiknya. Jadilah ia sebuah organisasi yang
diperalat bagi kepentingan pihak lain, meskipun terkadang ia sendiri
bisa mendapatkan kepentingannya dengan cara itu.
Faktor
penyebab keempat, tergesa-gesa ingin meraih kemenangan meskipun tidak
diimbangi dengan sarana yang memadai, dalam kondisi minimal sekalipun.
Wilayah politik identik dengan pos-pos kekuasaan. Ada semangat
pencarian dan pencapaian pos-pos kekuasaan yang pasti dilakukan oleh
setiap pelaku politik. Dan semua itu akan berlangsung seperti tidak ada
ujung akhirnya.
Kekuasaan, di manapun –
menurut Ustadz Fathi Yakan – kemampuannya membagi ghanimah (harta)
kepada aparat sebanding dengan potensinya menderita kerugian. Bahkan
ghanimah yang telah diperoleh itu terkadang justru melahirkan cobaan dan
bencana bagi gerakan dakwah. Pemicunya adalah sengketa dalam
pembagiannya; antar personil, personil dengan pemimpin serta penguasa
yang berambisi mendapatkan bagian terbanyak.
Sesungguhnya,
kajian yang jernih terhadap faktor-faktor yang mengantarkan beberapa
hizb (partai) meraih kekuasaannya atas berbagai wilayah di dunia, mampu
mengungkap sejauh-mana dampak negatif bahkan bahaya yang dihadapi oleh
hizb tadi.
Dampak negatif tadi antara
lain berupa keruntuhan dan kehancurannya, serta terpecah-belahnya hizb
itu menjadi kepingan, kehilangan prinsip dan orientasi, yang akhirnya
mengantarkannya menjadi sebuah kelompok yang mengejar kepentingan hawa
nafsu dan materi duniawi semata.
Faktor penyebab kelima, munculnya sentra-sentra kekuatan, aliran, dan sayap-sayap gerakan dalam tubuh gerakan dakwah. Kebanyakan bangunan organisasi dakwah yang mengalami pertikaian dan perselisihan berpotensi melahirkan hal-hal di atas.
Sebuah
gerakan dakwah, apa saja namanya, apabila memiliki ta’addudul wala’
(multi loyalitas) dan dikendalikan oleh beragam kekuatan, tidak tunduk
kepada qiyadah (kepemimpinan) tunggal, di mana hati para personil dan
para mas’ul-nya tidak terhimpun pada seseorang yang dipercaya, maka ia
menjadi gerakan dakwah yang potensial melahirkan pertikaian, berebut
pengaruh dan kekuasaan untuk meraih ambisi-ambisi pribadi.
Faktor penyebab keenam, campur-tangan pihak luar.
Di zaman sekarang, faktor-faktor ini telah begitu dominan mempengaruhi
dunia. Kekuatan siyasiyah (politik), fikriyah (pemikiran), asykariyah
(militer), dan jasusiyah (intelejen) yang beraneka ragam dikerahkan
untuk memukul seterunya dengan target kehancuran bangunan organisasi
dakwah.
Hal ini dilakukan melalui
deteksi cermat terhadap titik lemah, kemudian menawarkan “dukungan”,
setelah itu dipukul hancur. Pintu masuk menuju ke sana memang sangat
banyak. Adakalanya melalui pintu siyasah, yaitu dengan menawarkan
berbagai kemaslahatan politik. Terkadang melalui pintu maliyah, dengan
jalan menutup kebutuhan finansial. Lain kali melalui pintu amniyah,
yaitu dengan menjanjikan perlindungan keamanan. Hal-hal itu dilakukan
satu per satu atau secara bersama-sama.
Kapankah
kekuatan eksternal bisa masuk ke dalam tubuh organisasi dakwah? Yaitu
ketika bangunan organisasi dakwah secara umum mengalami kelemahan;
keringnya ruh akidah, baik di tingkat personil anggota maupun level
pemimpinnya, dan beratnya beban maddiyah (materi) maupun ma’nawiyah
(moril) yang harus dipikul. Jadilah ia sebuah bangunan organisasi rapuh
yang pintu-pintunya terkuak. Orang pun dengan leluasa masuk ke dalamnya
untuk mewujudkan ambisi mereka dengan seribu satu cara.
Faktor penyebab ketujuh, lemah atau bahkan tidak adanya wa’yu siyasi (kesadaran politik).
Sebuah gerakan dakwah Islam – di mana saja – apabila tidak memiliki
wa’yu siyasi yang tinggi dan baik, tidak akan bisa hidup mengimbangi
zaman; tidak memahami kejadian yang ada di sekelilingnya, terkecoh oleh
fenomena permukaan, lupa mengkaji apa di balik peristiwa, tidak mampu
merumuskan kesimpulan-kesimpulan dari berbagai peristiwa global, tidak
bisa membuat footnote setelah membaca teks, tidak mampu meletakkan
kebijakan politik lokal berdasarkan kondisi-kondisi politik
internasional, dan lain-lain kepekaan.
Apabila
sebuah gerakan dakwah memiliki kelemahan seperti itu, di saat mana arah
politik demikian tumpang-tindih dan keserakahan demikian merajalela,
yang tampak di permukaan tidak lagi sebagaimana isinya, maka ia akan
menjadi organisasi gerakan dakwah yang langkahnya terseok-seok,
sikap-sikapnya kontradiktif, dan mudah terbawa arus. Apabila sudah
demikian, datanglah sang penghancur untuk memutuskan hukuman mati
atasnya.
Ada hal penting dan mendasar
dari analisis lanjutan Ustadz Fathi Yakan yaitu, semua faktor yang
dipaparkan di atas adalah buah dari pohon “politik mendominasi tarbiyah”.
Iklim atau munakh dalam gerakan dakwah lebih kental politik, yang
bahkan sangat mempengaruhi bangunan sikap-perilaku jajaran kader dan
para pemimpinnya.
Semoga kita bisa
mengambil pelajaran dan manfaat dari taushiyah yang disampaikan lebih
dari delapan belas tahun silam untuk kebaikan dan kemajuan gerakan
dakwah di Indonesia. Amin. []
Post a Comment