Terungkap, Dulu Aher Sering Antri Beli Sayur di Pasar
Terungkap, dulu Aher (sapaan Gubernur Jawa Barat) sering antri beli sayur di pasar jika istrinya sedang sakit. Setelah menjadi Gubernurpun, Aher masih sering terlihat meng-antri untuk keperluan tertentu seperti membeli obat di apotik yang terbidik kamera beberapa saat yang lalu. Hal itu bisa didapati dari Buku yang disusun oleh Helvy Tiana Rosa dkk "Bukan di Negeri Dongeng". Berikut salah satu subjudul isi buku yang menceritakan Aher sebelum menjadi Gubernur Jawa Barat.
Sang Pemimpin Belanja Sayur
|
Pagi-pagi ba'da shubuh dan bebenah, seperti biasa
acara rutin sebagian ibu-ibu adalah belanja.Demikian pula aku.
Udara masih dingin kala itu. Kuturuni tangga kontrakanku. Kujumpai sebagian ibu-ibu berjalan menuju titik yang sama,
tempat belanja! Tanah kapling di bawah kontrakanku masih banyak yang belum dibangun. Aku
berjalan tepat di samping rumah ustadz Hidayat Nurwahid, Presiden Partai Keadilan. Di belakang rumah beliau, rumput masih
banyak tumbuh dan tanah sedikit berair menyisakan tanda-tanda
rawa yang masih belum sepenuhnya teruruk.
|
Aku terus berjalan. Naik beberapa tangga, melalui
pintu gerbang SDIT Iqro' Pondok Gede yang sudah terkuak. Rumah ustadz Rahmad Abdullah yang asri
dan sederhana kulewati. Rumah yang tiap dua hari sepekan kusambangi sebab di situlah aku
belajar tahsin pada istri beliau. Aku terus berjalan melalui beberapa rumah para aktvis da'wah
hingga akhirnya sampailah ke tempat belanjaan.
|
Belum selesai aku memilih-milih, tiba-tiba muncul
laki-laki yang di lingkungan kami sangat
|
dikenal dan tidak asing. Beliau bersama putranya.
Kemunculannya tentu sangat tidak diduga. Kami para ibu pun mempersilakan beliau untuk mendapat
pelayanan terlebih dulu. Beliaulah satu-satunya laki-laki saat itu. Aku memperhatikannya. Subhanallah,
tak ada kecanggungan.
|
Sesampai di rumah kuceritakan apa yang kulihat pada
suamiku, dengan penuh kekaguman.
|
"Ya, begitulah yang terjadi dalam keluarga
beliau. Saling taawun antara suami istri tanpa harus dibatasi oleh pemisahan pekerjaan yang kaku,"
komentar suamiku yang berinteraksi cukup intensif.
|
Esoknya aku menjalani rutinitas yang sama, belanja. Di
jalan, aku berpapasan dengan laki-laki itu kembali, bersama putranya.
|
"Belanja ustadz?" Aku sengaja menyapa.
|
"Iya, istri lagi sakit perut dan khodimah
(pembantu) pulang," jawab beliau sambil tersenyum.
|
Aku mengangguk-angguk. Subhanallah, aku jadi teringat
Ammar bin Yasir ketika menjabat sebagai Gubernur. Beliau kadang belanja di pasar dan mengikat
serta memanggul sayuran sendirian. Inilah profil yang perlu dijadikan teladan.
|
Laki-laki yang saya jumpai itu, yang belanja di tukang
sayur itu adalah ustadz Ahmad Heriawan Lc. Beliau adalah ketua Partai Keadilan DKI Jakarta dan
anggota DPRD DKI Jakarta (Kini Gubernur Jawa Barat). Saya tidak akan terheran-heran jika beliau belanja bersama istri dan
anak-anaknya di Supermarket, yang bagi keluarga muda atau keluarga jaman sekarang hal yang
biasa dan sangat tidak tabu. Tetapi ini harus berbelanja dan ikut antri dengan para ibu rumah
tangga, walau pada akhirnya beliau dipersilakan untuk dilayani lebih dahulu.
|
Lagi-lagi dengan takjub saya menceritakan apa yang
saya lihat kepada suami saya. Sebagai orang yang intensif bertemu dengan beliau bahkan banyak
menimba ilmu kepada beliau, suami saya berkata,
|
"Ustadz Heriawan memang subhanalloh Dik. Sebagai
muridnya, saya merasakan kedekatan. Ketika sholat jama'ah di masjid misalnya, beliau
kadang-kadang secara tiba-tiba merangkul saya dari belakang. Saya juga beruntung mempunyai jadwal ronda
dengan beliau."
|
Ya, suami saya memang beruntung, beliau mendapat
jadwal ronda bersama ustadz Ahmad
|
Heriawan dan Ustadz Satori Ismail, sehingga
pembicaraan kala ronda adalah pembicaraan-
|
pembicaraan yang bermutu.
|
Ah… saya jadi menghayal, seandainya negeri ini
dipimpin oleh orang-orang yang berakhlaq mulia, yang mempunyai keharmonisan keluarga, yang dekat
dengan anak dan istrinya, yang mempunyai hubungan baik dengan para tetangga, yang memuliakan
wanita dan kaum papa, betapa indahnya dunia. Saya jadi teringat cerita sederhana dari istri
beliau.
|
"Ayahnya Khobab (ustadz Ahmad Heriawan) sangat
suka sayur lodeh nangka. Suatu saat beliau meminta saya untuk memasaknya. Begitu tahu bahwa
ternyata membuat sayur lodeh nangka itu membutuhkan proses yang begitu lama, beliau pun
berkata, "Sudah Bu, sekali ini saja. Kalau tahu bahwa prosesnya begini lama, ayah tak akan meminta
dibikinkan. Dari pada waktu demikian panjang hanya habis untuk bikin sayur, mending buat
baca atau untuk mengerjakan yang lain."
|
Nampaknya sangat sederhana, namun saya melihat ada
satu hal yang luar biasa, tersirat dalam ungkapan itu, pemberian peluang yang luas bagi
berkembangnya istri.
Saya memang harus banyak belajar dari keluarga
pimpinan saya yang sempat menjadi tetangga saya itu. Yang jika orang-orang terkenal memberikan tarif
dalam ceramah-ceramahnya, beliau malah pernah menolak ceramah dengan bayaran cukup lumayan
karena harus terikat dengan pola yang diterapkan penyelenggara. Maka jangan heran, jika kita
mengundang beliau dan memberikan "amplop" dengan mengatakan uang transport,
maka seluruh uang yang ada di dalam amplop itu akan beliau gunakan untuk membayar jasa transportasi,
dan tak menyisakan untuk kantong beliau sendiri.
|
Ah,itukah sibghoh Allah? Sebuah generasi yang
dijanjikan oleh Alllah dalam surat Al-Maidah: 54 itu semoga kian dekat di sekitar kita, dan semoga
memang sudah ada di sekitar kita.
|
M. Muttaqwiati
|
Dari Buku "Bukan di Negeri Dongeng"
|
Post a Comment