Tanggapi Peraturan Bebas Miras, Gobel : Penting Mana? Generasi Bangsa Atau Cukai Rp 6 Triliun?
Dari Info Bekasi
Pro–kontra menanggapi kebijakan Peraturan Menteri Perdagangan dalam membebaskan kembali peredaran dan penjualan minuman alkohol kian memanas. Pasalnya, aturan baru ini nantinya akan memberikan keleluasaan kepada kepala daerah untuk menentukan lokasi mana saja yang diperbolehkan menjual miras sehingga dikhawatirkan akan membuat penjualan miras kembali marak.
Berawal dari pengumuman paket kebijakan ekonomi tahap I September 2015 yang telah di regulasi Presiden Joko Widodo, yang salah satunya memuat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A. Dikutip dalam daftar Kebijakan Deregulasi September 2015, Senin (14/9), aturan ini kembali ‘membebaskan’ peredaran minuman alkohol walaupun masih ada peran pemerintah daerah (pemda) untuk mengaturnya.
Padahal Menteri Perdagangan sebelumnya, Rachmat Gobel, mengatakan aturan yang melarang gerai minimarket menjual minuman beralkohol atau bir bertujuan menyelamatkan generasi muda Indonesia dari keterpurukan. Dia menjelaskan, suatu negara menjadi sukses dilihat bagaimana mendidik dan memanfaatkan generasi muda atau Sumber Daya Manusia (SDM).
“Penting mana? Menjaga masa depan generasi bangsa atau mempertahankan cukai miras Rp 6 triliun itu tapi generasi muda negara rusak?,” pungkasnya.
Berdasarkan catatan, pada 2014, cukai atas minuman keras (miras) yang tergolong dalam Minuman yang Mengandung Etil Alkohol (MMEA) mengalami kenaikan berkisar dari Rp2000 hingga Rp9000 perliter. Kenaikan itu mencakup MMEA seperti bir yang mengandung alkohol kurang dari 5 persen, hingga minuman keras lainnya yang mengandung alkohol lebih dari 20 persen. Dengan kenaikan ini, besar cukai miras akan berkisar dari Rp13 ribu per liter hingga Rp139 ribu per liter.
Tercatat pula hasil pemerimaan cukai didominasi oleh tembakau dan minuman keras. Target penerimaan cukai dari tembakau sebesar Rp 111 triliun sedangkan minuman keras sebesar Rp6 triliun. Sehingga kontribusi dari rokok mencapai 11.1% dan dari minuman keras mencapai 0.6%.
Gobel menambahkan, sebenarnya tak ada yang harus ditakutkan dari kebijakan pelarangan penjualan miras bebas.
“Anak-anak muda adalah asset bangsa yang sangat berharga bagi masa depan bangsa itu sendiri. Negara sebenarya bisa mendapat tambahan pemasukan dari pajak peryambahan nilai (PPn) sebesar 10 persen dan service carge sebesar 11 persen,” tambahnya.
Sementara itu, Pengamat Perpajakan Universitas Pelita Harapan (UPH), Ronny Boko, mengatakan seharusnya Bea dan Cukai tidak mengejar target penerimaan karena tugas utamanya adalah mengurangi dampak buruk objek cukai baik alkohol ataupun rokok. Jadi sebenarnya cukai dikenakan dengan tujuan pengurangan konsumsi. Tapi nyatanya dengan “kreativitas”-nya harga miras yang mahal karena cukai justru membuka ruang untuk produk miras oplosan.
Post a Comment