Catatan FPKS terhadap Sektor Energi Tahun 2016
Jakarta (21/12) –
Ketua Kelompok Komisi VII (Kapoksi) Fraksi PKS Rofi Munawar memberikan
beberapa catatan terkait kinerja pemerintah di sektor energi dan mineral
tahun 2016, baik di level hulu maupun hilir.
Catatan tersebut sebagian besar terkait
pada implementasi regulasi yang masih diabaikan sehingga menyebabkan
kerugian negara. Terlebih, pada persoalan pengembangan Energi Baru
Terbarukan dimana pengembangannya masih jauh untuk mampu secara gradual
menjadi tulang punggung energi nasional.
“Perhitungan cost recovery yang terus
naik, perolehan lifting migas yang kian rendah dan tunggakan penerimaan
negara bukan pajak (PNBP) yang masih tinggi masih menjadi catatan kurang
baik sektor ESDM di tahun 2016,” ujar Rofi di Jakarta, Rabu (21/12).
Rofi menjelaskan, tercatat tunggakan
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor energi sampai dengan 2016
sudah mencapai Rp 13,1 triliun. Diantaranya, untuk sektor minyak dan
gas bumi sebesar Rp 4,4 triliun atau setara US$ 336,17 juta. Jumlah
tersebut berasal dari temuan terhadap 143 kontraktor Kontrak Kerja Sama
(KKS) yang belum melunasi sisa kewajiban keuangan di 30 wilayah kerja.
Meliputi sisa komitmen pasti US$ 327 juta, bonus tanda tangan US$ 2,5
juta, barang dan jasa US$ 575 ribu, serta jaminan operasi US$ 5,8 juta.
“Tentu seluruh potensi penerimaan negara
itu harus secara serius dikejar oleh Pemerintah. Jika tidak mampu,
selain secara faktual akan mengurangi penerimaan negara juga berpotensi
menjadi masalah hukum di kemudian `hari,” jelas Legislator PKS dari
Daerah Pemilihan Jawa Timur VII ini.
Selain itu, Rofi juga menyoroti sektor
mineral dan batubara. Menurut Rofi, kebijakan renegoisasi kontrak tidak
banyak mengalami perkembangan berarti. Terbukti masih rendahnya komitmen
sejumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Kontrak Karya (KK), padahal
hal itu telah diamanahkan oleh UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara. Di sisi lain, batas akhir relaksasi mineral
efektif tinggal satu bulan lagi dari apa yang telah ditetapkan.
“Ironisnya, pemerintah justru
mewacanakan perpanjangan relaksasi untuk mengakomodir IUP dan KK yang
selama ini belum mampu menyelesaikan kewajibannya membangun smelter,”
tegas Rofi.
Selain itu Rofi juga menambahkan,
pelarangan ekspor mineral mentah dan program pembangunan smelter perlu
terus dilanjutkan agar terjadi proses penguatan pendalaman industri di
sektor minerba yang menghasilkan pertambahan nilai yang lebih besar di
dalam negeri serta menjamin kepastian pasokan bahan baku mineral dari
dalam negeri.
Post a Comment