Belajar dari Semangat Juang Pahlawan dr Kariadi
Semarang
(10/11) - Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah
berharap segenap elemen masyarakat untuk merenungi kembali makna hari
pahlawan. Salah satunya adalah belajar dari semangat juang dan
kepahlawanan dr. Kariadi.
Wakil
Ketua DPRD Jateng, Ahmadi menyebut sosok dr. Kariadi adalah pahlawan
muda yang memiliki semangat juang yang harusnya bisa dicontoh oleh semua
elemen masyarakat saat ini.
“Di
hari pahlawan ini, mari kita merenungi dan belajar dari semangat para
pahlawan yang telah gugur mendahului kita, salah satunya adalah putra
terbaik Semarang, dr. Kariadi, yang kini namanya diabadikan menjadi
rumah sakit di Kota Semarang,” katanya di Semarang, Kamis (10/11/2016).
Sebagai
informasi, kematian dr Kariadi adalah salah satu penyebab terjadinya
pertempuran 5 hari di Semarang merupakan rangkaian pertempuran antara
rakyat Indonesia melawan tentara Jepang pada masa transisi. Pertempuran
yang dimulai pada tanggal 15 Oktober 1945, yang didahului dengan situasi
memanas sebelumnya ini berakhir hingga pada tanggal 20 Oktober 1945.
Kala
itu, tanggal 13 Oktober, suasana semakin mencekam, Tentara Jepang
semakin terdesak. Tanggal 14 Oktober, Mayor Kido menolak penyerahan
senjata sama sekali. Para pemuda pun marah dan rakyat mulai bergerak
sendiri-sendiri.
Aula
Rumah Sakit Purusara kini menjadi RS dr Kariadi Semarang, dijadikan
markas perjuangan. Para pemuda rumah sakit pun tidak tinggal diam dan
ikut aktif dalam upaya menghadapi Jepang. Sementara itu taktik
perjuangan pemuda menggunakan taktik perang bergerilya.
“Selepas
Magrib, ada telepon dari pimpinan Rumah Sakit Purusara, yang
memberitahukan agar dr. Kariadi, Kepala Laboratorium Purusara segera
memeriksa Reservoir Siranda karena berita Jepang menebarkan racun itu.
Dokter Kariadi kemudian dengan cepat memutuskan harus segera pergi ke
sana. Suasana sangat berbahaya karena tentara Jepang telah melakukan
serangan di beberapa tempat termasuk di jalan menuju ke Reservoir
Siranda,” kenang Ahmadi.
Lebih
lanjut, Ahmadi mengisahkan bahwa istri dr. Kariadi, drg. Soenarti
mencoba mencegah suaminya pergi mengingat keadaan yang sangat genting
itu. Namun dr. Kariadi berpendapat lain, ia harus menyelidiki kebenaran
desas-desus itu karena menyangkut nyawa ribuan warga Semarang.
“Pada
19 Oktober 1945, pertempuran terus terjadi di berbagai penjuru Kota
Semarang. Pertempuran ini berlangsung lima hari dan memakan korban 2.000
pejuang Indonesia dan 850 orang Jepang. Di antara yang gugur, termasuk
dr. Kariadi dan delapan karyawan RS Purusara Kota Semarang,” kata
legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Mengambil
hikmah dari peristiwa itu, wakil ketua DPRD yang membidangi masalah
pendidikan dan kesehatan tersebut berharap seluruh elemen masyarakat,
terutama di Jateng dan kota Semarang untuk meneladani semangat juang
dari sosok dr. Kariadi, yang kala itu gugur saat sedang berjuang di
medan peperangan.
“Inspirasi yang bisa ambil hikmahnya adalah bahwa para pahlawan itu bisa dari berlatar profesi, sehingga kini mari kita isi kemerdekaan kita ini, baik dalam profesi apapun untuk menerapkan jiwa kepahlawanan dalam sanubari kita, jiwa kepahlawanan itu diantaranya adalah semangat juang, tak kenal menyerah dan tentunya cinta tanah air,” pungkasnya.
Post a Comment