Kondisi Ekonomi Triwulan II-2016 Tumbuh Positif namun Belum Mampu Mendorong Peningkatan Penerimaan Negara
Ekonomi Indonesia
triwulan II-2016 terhadap triwulan II-2015 (yoy) tumbuh 5,18 persen,
meningkat dibanding triwulan II-2015 sebesar 4,66 persen dan triwulan
I-2016 sebesar 4,91 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong
oleh hampir semua sektor usaha, dimana pertumbuhan yang tinggi dicapai
oleh sektor: Jasa Keuangan dan Asuransi yang tumbuh 13,51%; Transportasi
dan Pergudangan 6,81%; Pengadaan Listrik dan Gas 6,24%; dan Konstruksi
6,21%.
Sampai tahun 2014, ada empat sektor
usaha yang memberikan kontribusi PDB sektor terhadap PDB nasional lebih
dari 66,53%. Keempat sektor usaha tersebut adalah: Industri Pengolahan
25,50%; Perdagangan, Hotel, dan Restoran 18,02%; Pertanian, Peternakan,
Kehutanan, dan Perikanan 12,06%; Pengangkutan dan Komunikasi 10,95%.
Angka pertumbuhan ke empat sektor usaha yang menjadi tumpuan kontribusi
pertumbuhan PDB tersebut dalam tiga tahun terakhir dari triwulan II-2014
sampai dengan triwulan II-2016 (yoy) ternyata menunjukkan kinerja yang
melemah dibawah 5,0% kecuali sektor Pengangkutan dan Komunikasi, dengan
perincian pertumbuhan sbb: Industri Pengolahan 4,74%; Perdagangan,
Hotel, dan Restoran 4,49%; Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan
Perikanan 3,23%; Pengangkutan dan Komunikasi 7,64%.
Penerimaan negara yang pernah ditopang
oleh Perkebunan Kelapa Sawit dan Pertambangan Mineral/Batubara serta
Minyak dan Gas, mengalami penurunan karena pertumbuhan ketiga sektor
usaha tersebut cenderung melemah dalam tiga tahun terakhir: Tanaman
Perkebunan melemah dari 8,9% menjadi 2,29%; Pertambangan dan Penggalian
melemah dari 1,15% menjadi -0,72%. Kondisi tersebut diperparah dengan
merosotnya secara tajam harga komoditas Perkebunan, Pertambangan, dan
Migas di pasar global. Kalaupun terdapat pertumbuhan yang tinggi lebih
dari 5% di beberapa sektor usaha ternyata pertumbuhan yang tinggi
tersebut terjadi pada beberapa sektor usaha yang bukan merupakan pemberi
kontribusi yang besar terhadap PDB Nasional, kecuali sektor usaha
Pengangkutan dan Komunikasi. Bahkan beberapa sektor usaha yang banyak
menyerap tenaga kerja ternyata juga termasuk sektor yang mengalami
pelemahan pertumbuhan, seperti sektor: Pertanian, Peternakan, Kehutanan,
dan Perikanan 3,23%; Industri Pengolahan 4,74%; dan Perdagangan 4,07%.
Sedangkan sektor usaha Konstruksi mengalami stagnasi dalam tiga tahun
terakhir, dengan pertumbuhan sekitar 6,21%.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia triwulan
II-2016 terhadap triwulan II-2015 (yoy) yang tumbuh sebesar 5,18%
tersebut, dari sisi pengeluaran didukung oleh komponen dengan
pertumbuhan yang tinggi yaitu: Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit
yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) yang tumbuh 6,72%; dan Investasi
(Pembentukan Modal Tetap Bruto) 5,57%. Sampai tahun 2014, kontribusi
dari PDB komponen pengeluaran terhadap PDB Nasional adalah sbb:
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 55,04%; Pengeluaran Konsumsi
Pemerintah 7,56%; Investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto) 24,72%;
Eksport (Barang dan Jasa) 44,53%; Import (Barang dan Jasa) 33,92%.
PDB Nasional yang ditopang oleh Konsumsi
Rumah Tangga sebesar 55%, ternyata dalam tiga tahun terakhir sejak
triwulan I-2014 sampai triwulan I-2016 (yoy) kondisi pertumbuhan
Konsumsi Rumah Tangga tersebut terus melemah dari 5,25% menjadi 4,94%
kecuali pengeluaran Konsumsi LNPRT sebagaimana disebutkan diatas.
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah juga terus melemah dari 6,06% menjadi
2,93%. Kinerja Eksport Barang dan Jasa juga terus melemah dari 3,16%
menjadi negatif -3,88% karena lemahnya permintaan Global. Di sisi lain
kinerja Import Barang dan Jasa juga ikut melamah dari 5,04% menjadi
negatif -4,24%. Pengurangan import ini juga bisa menjadi hambatan
pertumbuhan ekonomi apabila yang melemah adalah import barang modal
karena dapat diartikan tidak akan ada pembangunan pabrik baru dan
pembukaan lapangan pekerjaan baru, serta akan mengakibatkan pengurangan
terhadap penerimaan negara. Meskipun kinerja Investasi (Pembentukan
Modal Tetap Bruto) mengalami peningkatan sebesar 5,57% namun apabila
dilihat lebih mendalam, kinerja Investasi Mesin dan Pelengkapan semakin
merosot dalam tiga tahun terakhir dari -2,67% menjadi -6,78% sedangkan
yang memberikan sumbangan besar terhadap pertumbuhan Investasi adalah
Peralatan Lainnya yang tumbuh dari -0,25% menjadi 26,95%.
Pemotongan Anggaran Belanja Negara
sebesar Rp 50 triliun dalam APBNP-2016, kemudian Pemerintah melakukan
pemotongan kembali sebesar Rp 133 triliun, menandakan bahwa pertumbuhan
ekonomi yang berhasil mencatatkan angka positif lebih dari 5% tersebut
belum bisa diikuti dengan membaiknya kondisi penerimaan negara.
Pemotongan Anggaran Belanja Negara tersebut akan berakibat terjadinya
pemotongan anggaran Belanja Pemerintah Pusat dan anggaran Transfer
Daerah, dan secara langsung akan berpengaruh terhadap kinerja
pertumbuhan ekonomi serta dapat semakin melemahkan kinerja ekonomi
nasional. Karena turunan Proyek-proyek Pemerintah dan Gaji pegawai pusat
dan daerah adalah salah satu unsur yang menguatkan PDB komponen
Konsumsi Rumah Tangga, yang kontribusinya terhadap PDB Nasional sebesar
55%. Pemotongan Anggaran Belanja Pemerintah akan melemahkan kondisi
pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga yang saudah melemah dalam tiga tahun
terakhir.
Melemahnya kondisi pertumbuhan Konsumsi
Rumah Tangga tersebut juga mendapatkan penguatan sinyal dari Badan Pusat
Statistik yang mengumumkan bahwa telah terjadi deflasi (inflasi
negatif) di bulan Agustus 2016 sebesar 0,02% dan deflasi di bulan
Agustus ini adalah deflasi ketiga yang terjadi selama bulan Januari
sampai Agustus tahun 2016, yang pertama adalah deflasi sebesar 0,09% di
bulan Februari dan yang kedua adalah deflasi sebesar 0,45% di bulan
April. Deflasi yang terjadi di bulan Agustus ini karena adanya penurunan
harga yang ditunjukkan oleh turunnya beberapa indeks kelompok
pengeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan 0,68 persen dan kelompok
transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 1,02 persen. Sedangkan kelompok
pengeluaran yang mengalami inflasi, yaitu: kelompok makanan jadi,
minuman, rokok, dan tembakau 0,41 persen; kelompok perumahan, air,
listrik, gas, dan bahan bakar 0,41 persen; kelompok sandang 0,40 persen;
kelompok kesehatan 0,39 persen; dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan
olahraga 1,18 persen. Tingkat inflasi tahun kalender (Januari–Agustus)
2016 sebesar 1,74 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Agustus
2016 terhadap Agustus 2015) sebesar 2,79 persen. Walaupun deflasi bisa
memberikan sentimen positif karena menggambarkan adanya penurunan harga
dan kondisi inflasi yang terkendali, namun deflasi juga membawa pesan
adanya permintaan yang semakin melemah, dan pelemahan ini harus
diwaspadai oleh Pemerintah.
Ir. Memed Sosiawan, ME
Ketua Bidang Ekuintek-LH DPP PKS
Ketua Bidang Ekuintek-LH DPP PKS
Post a Comment