Header Ads

ad

Pemerintah Dinilai Berlebihan Soal Status Siaga Satu Jelang Natal dan Tahun Baru

KIBLAT.NET, Jakarta – Jaksa Agung Australia George Brandis di media The Australian menyatakan akan ada serangan teror di Jakarta dan Jawa Tengah, kemudian Indonesia meresponnya dengan mengumumkan status siaga satu.

Menanggapi hal itu, Pengamat Intelijen Independen, Jaka Setiawan mengatakan bahwa pernyataan Brandis hanyalah upaya Australia menutupi isu keamanan sebenarnya.

“Indonesia jangan mau dijadikan buffer zone bagi ambisi keamanan Australia. Mereka sedang kelabakan menghadapi tsunami people smuggling(penyelundupan manusia,red) dan pencari suaka dari Timur Tengah,” katanya kepada Kiblat.net, pada Senin (21/12).

Apalagi, lanjutnya, kedatangan Delegasi Australia ke Menkopolhukam terkait terorisme, keamanan siber, dan operasi intelijen lebih banyak akan menguntungkan Australia.

Jaka juga menilai, penetapan siaga satu yang dilakukan pemerintah terlalu berlebihan. Alasannya karena, masalah yang lebih genting diselesaikan adalah terkait Sumber Daya Alam Indonesia yang diincar asing bukan terorisme.

“Ini lebih ke obral siaga satu, justru pemerintah harus siaga satu terkait perpanjangan kontrak freeport,” ujarnya.

Menurut Jaka, tidak ada alasan ysng signifikan untuk menetapkan status siaga satu di Indonesia. Bahkan, ulangnya, lebih terkesan sebagai obral siaga satu.

“Kasus sepak bola saja bisa jadi siaga satu. Pertanyaannya, siaga satu untuk siapa? Untuk pihak keamanan atau siaga satu untuk masyarakat?” tanyanya.

Apabila hanya untuk pihak keamanan, imbuhnya, cukup dengan covert operations. Kalau untuk masyarakat, dia mempertanyakan untuk masyarakat yang mana. Terlalu sering obral siaga satu akan buat masyarakat tidak siaga.

“Masyarakat kan kritis. Kalau benar-benar terjadi situasi darurat atau siaga satu sungguhan bagaimana? Sedangkan rakyat sudah apatis,” kritik Jaka.

Tidak ada komentar