Kenapa Foto Alan di Pantai Menggemparkan Dunia? Ini Komentar Fotografer Senior Prancis

dakwatuna.com – Paris. Seorang fotografer senior Prancis, Alain Mingam, berusaha mengomentari sebuah foto yang selama tiga hari ini menggemparkan dunia. Foto jenazah Alan Al-Kurdi, pengungsi balita Suriah yang meninggal dunia di tengah laut saat dibawa mengungsi ayahnya mengungsi ke Yunani.

Menurut Mingam, seperti diberitakan Alarabiya, Kamis (3/9/2015) kemarin, dalam foto tersebut terdapat semua unsur emosional, berbeda dengan foto-foto perang. “Foto ini seakan berbicara kepada mata, nurani, dan kesadaran kita. Foto ini menggambarkan kengerian yang luar biasa, yang ternyata terjadi di suasana terang pantai tempat orang ramai berlibur. Inilah sisi kontras dua buah dunia; antara surga dan kondisi jahanam,” demikian ungkapnya.

Mingam juga menilai, “Dalam foto ini tidak ada sama sekali aksesoris atau tambahan efek. Foto ini sangat jelas berkata kepada kita, ‘Lihatlah kengerian yang sudah menjadi biasa ini.’”

Sebelumnya sudah banyak foto korban kekejaman perang. Namun foto ini berbeda dari yang lainnya. Sebabnya, menurut Mingam, “Dalam foto itu hanya ada satu bocah, tidak ada sekelompok orang. Dia menghadapi kematian sendirian, terpisah dari yang lain. Ini sangat menyentuh kita sebagai ayah, ibu, dan saudara. Lalu dia bukan hanya seorang manusia, tapi manusia bocah. Inilah yang menunjukkan betapa penakutnya kita, orang dewasa.”

“Aku yakin, kegelisahan kita melihat foto ini tidaklah seberapa dengan kondisi berat yang dihadapi bocah ini sangat menghadapi kematian,” demikian katanya.

Mingam berharap, foto ini yang tersebar sangat luas dan cepat bisa membentuk opini masyarakat dunia. Sudah seharusnya mereka tersentuh. Jika benar nantinya foto ini akan dilarang beredar, maka hal itu adalah tindakan anti demokrasi. Media harus menggunakannya untuk menggoyang persepsi salah tentang pengungsi.

Masyarak dunia harus memperhatikan nasib para pengungsi. Keberadaan mereka saat ini, terutama di Eropa menjadi kartu politik. Kedatangan para imigran selalu dipersepsikan ‘akan merebut roti kita’. “Kenapa kita tidak memikirkan bahwa para pengungsi itu adalah keluarga. Mereka juga terdiri dari ibu, anak-anak kecil. Mereka lari dari perang dan kemiskinan,” demikian Mingam mengakhiri komentarnya. (msa/dakwatuna)

Sumber: Alarabiya