Header Ads

ad

Akankah PKS Berubah?

Jakarta - Walapun kembang hanya melati/
Ditata indah harumkan ruang/
Walaupun abang sudah diganti/
Cinta adinda tak kan berkurang/

Musyawarah Majelis Syuro I tahun 2015 Partai Keadilan Sejahtera di Bandung, yang berlangsung pada tanggal 9-10 Agustus lalu, nyaris luput dari perhatian awak media. Silent, tanpa hiruk pikuk, tanpa kubu-kubuan yang jadi trend partai-partai politik akhir-akhir ini.

Namun keheningan ini tiba-tiba berubah menjadi berita yang mengejutkan banyak pihak, dimana hasil keputusan musyawarahnya adalah pergantian ketua Majelis Syuro dari KH. Hilmi Aminuddin yang telah menjabat lebih dari dua periode, kepada Dr. Salim Segaf Aljufri, mantan Menteri Sosial pada KIB yang lalu. Lalu dilanjutkan dengan terpilihnya Dr. Sohibul Iman sebagai Presiden PKS periode 2015-2020 menggantikan Anis Matta.

Publik pun bertanya-tanya, kok bisa ya doktor syariah lulusan Universitas Madiinah, KSA bergandengan dengan doktor ekonomi lulusan Jepang?

Setelah terpilih, Dr. Salim Segaf Al-Djufri menyampaikan pernyataan awalnya, "Kita PKS, harus menjadikan nilai dan dakwah sebagai panglima. Jangan jadikan politik sebagai panglima, agar kita tidak terjebak kepada hal-hal yang bersifat pragmatis dan keuntungan sesaat".

Ungkapan ini mengusik komentar para pengamat, bahkan kader-kader PKS pun bertanya-tanya mengenai kiprah partai ini selanjutnya.

Apakah PKS yang -sementara ini- terkesan sudah larut dalam kancah politik praktis, perilaku pragmatis, merosotnya perolehan kursi, bisa kembali seperti semula? Mungkinkah dihidupkan jargon awal bersih, peduli dan profesional? Lantas perubahan seperti apa yang akan terjadi dalam tubuh PKS? Benarkah ada kubu keadilan dan sejahtera di tubuh PKS?
Lalu bagaimana PKS menghadapi perubahan dan dinamika lingkungan strategis di negeri ini. Koalisi KMP dan KIH, kabinet yang belum kompak, situasi ekonomi sulit, harga komoditi jatuh, nilai tukar rupiah terpuruk, tuntutan dan harapan publik yang tinggi, serta isu-isu lainnya?

Sebenarnya, jauh sebelum ini pada tahun 2006, PKS sudah menuntaskan konsep 'Filosofi Dasar Perjuangan' dalam konteks berdemokrasi dan bernegara dalam bingkai NKRI.

Di dalamnya termuat prinsip-prinsip dasar pandangan PKS terhadap Ideologi, Politik, Sosial, Ekonomi, Kebudayaan, Gender, Teknnologi, Pertahanan Keamanan dsb.

Bahwa PKS adalah partai yang berasaskan Islam, moral dasarnya adalah akhlaqul karimah, namun sangat menghormati pluralitas -keberagaman yang ada, saling menguatkan dan bekerja sama antar berbagai pihak.

Nah, ketika bedah buku FDP PKS ini, Ibu Sri Mulyani, yang saat itu beliau menjabat sebagai Menteri Keuangan RI melontarkan guyonannya, "Saya lihat di PKS ini ada kelompok Keadilan dan ada kelompok Kesejahteraan". Hadirin pun tertawa riuh, dan ternyata sampai hari ini, walaupun dalam bisik-bisik guyonan itu tetap melekat di benak sebagian orang.

Jadi ungkapan ustadz Salim, sebenarnya adalah mengingatkan semua kader agar kembali ke pedoman semula, tatkala konsisten dengan prinsip-prinsip itulah PKS meraih prestasi tertingginya dalam pemilu 2009. Dimana PKS berhasil mendapatkkan 57 kursi di DPR RI dan sekitar 1.500 kursi di DPRD Propinsi dan Kabupaten/Kota, dipercaya menempati 4 kursi di Kabinet SBY, memenangkan 51 Pilkada Gubernur, bupati dan Walikota, dinyatakan sebagai backbone koalisi dst. Pesan ini sekaligus menyiratkan agar kader-kader lebih dekat dengan masyarakat -terutama para pejabat publik PKS- bergaya hidup sederhana, tidak berpernampilan borju seperti orang kaya baru.

Dalam prinsip-prinsip partai dakwah, untuk membangun bangsa, PKS pun harus bekerja dengan berbagai elemen bangsa, lintas partai, lintas agama, lintas suku, bahkan untuk isu-isu internasional -lintas negara. Karena prinsip kehadiran PKS di kancah politik, bukanlah semata-mata untuk meraih kekuasaan, akan tetapi lebih mendahulukan pelayanan, perubahan dan penyelamatan bangsa dan negara.

Jargon Bersih, Peduli dan Profesional pun sesungguhnya termaktub dalam prinsip-prinsip itu. Jargon bersih, , bukanlah bermakna klaim sepihak, bahwa PKS adalah satu-satunya partai bersih. Akan tetapi hal ini lebih kepada upaya dan harapan untuk senantiasa menuju bersih. Pada kenyataannya, memang tidak mudah menjadi bersih semua, sebagai kumpulan manusia yang beragam watak dan latar belakangnya, selalu saja ada satu dua kader yang terpeleset dst.
Demikian juga dengan istilah peduli dan profesional, bahwa setiap kader hendaklah lebih peduli kepada masyarakat, berusaha memberdayakan masyarakat, menyertai dan ikut memecahkan persoalan-persoalan kehidupan mereka. Tentunya semua ini, harus dikerjakan secara profesional, tidak gegabah dan serampangan. Mesti memperhatikan proses yang benar, aturan hukum, akuntabilitas keuangan, dstnya.

Hal ini pulalah yang ditekankan oleh Sohibul Iman, dalam beberapa kesempatan arahan dan sambutannya mengistilahkan dengan "PKS back to basic", kembali kepada khitthoh, jati diri semula. Kedua tokoh yang baru diamanahi sebagai ketua Majelis Syuro dan Presiden PKS, sepakat untuk mewujudkann kembali hal-hal yang telah digariskan dalam prinsip-prinsip perjuangan partai sebelumnya.

Tentunya pimpinan baru ini akan dihadapkan dengan setumpuk pekerjaan rumah, seperti bagaimana merehabilitasi citra PKS yang tengah terpuruk, membangun kembali soliditas internal, meraih simpati publik, menjalin hubungan baik dengan ormas dan parpol lainnya, menyelesaikan salah paham sebagian tokoh, lantas bagaimana kelanjutan koalisi dengan KMP, terutama paska berpindahnya PAN ke koalisi pemerintah dst.

Sementara dalam perolehan kursi, dibandingkan tahun 2009, terjadi penurunan perolehan kursi yang signifikan. Pada pemilu legislati 2014 lalu, PKS mesti kehilangan 17 kursi, yang kini hanya menyisakan 40 kursi DPR RI, belum lagi penurunan ditingkat DPRD Propinsi dan Kabupaten.Kota.

Pada sisi internal, tentunya harus dilakukan perombakan pengurus pusat maupun daerah, untuk menekankan memang terjadi perubahan. Lalu akankah pimpinan di parlemen juga akan diganti, karena DPR sesungguhnya yang menjadi etalase bagi partai politik. Disini publik akan menilai, apakah sebuah partai itu peduli atau tidak terhadap rakyat. Oleh sebab itu segala pernyataan, tindak tanduk, keberpihaklan anggota dewan akan diamati masyarakat setiap saat.

Setelah Munas ke 4 PKS 2015 di Bumi Wiyata, Depok ini, tentu akan ada Musyawarah Wilayah di 34 Propinsi, Musyawarah Daerah di tingkat Kabupaten/Kota, lalu pengurus akan dikumpulkan kembali di pusat, sosialisasi program kerja, dalam bentuk Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas).

Keputusan dan program-program pengurus pusat PKS, mulai dari Ketua Majelis Syuro, Majelis Pertimbangan Pusat, Dewan Pimpinan Pusat, Dewan Syariah Pusat, semua ini akan membuktikan apakah PKS dapat kembali kepada prinsip-prinsip dasar yang telah disepakati sebelumnya. Wallahu A'lam.

*) Tifatul Sembiring
Mantan Presiden PKS 2004-2009

Tidak ada komentar