PKS Diantara NU,Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad dll
Salah satu di antara keunikan anggota dan pengurus PKS adalah latar belakang mereka yang berbeda-beda dan beraneka ragam. Ada yang berpendidikan tinggi, ada pula yang cuma lulusan SD. Ada yang alumni dalam negeri, ada pula yang alumni luar negeri. Ada lulusan sekolah agama dan pesantren, ada pula lulusan sekolah tekhnik dan umum.
Demikian juga dari segi asal organisasi atau sosial budaya mereka, ada yang berasal dari keluarga NU, Muhammadiyah, Persis, al-Irsyad, Perti, FPI dan lain sebagainya. Oleh karena itu para anggota dan pengurus PKS sangat bersikap toleran terhadap saudaranya yang melakukan kebiasaan atau tradisi keagamaannya sesuai dengan latar belakang mereka. Karenya, saat mereka mengadakan suatu acara seperti mabit, peringatan maulid, Isra Mi’raj dan lain sebagainya yang terdapat perbedaan pendapat ulama dalam pelaksanaannya, mereka saling toleransi, selama perselisihan dan pendapat itu pada masalah-masalah yang bersifat cabang (furu’iyah) dan memiliki dasar pijakan dari masing-masing pendapat tersebut.
Sebagai contoh; saat acara mabit dan masuk sholat subuh berjamaah. Sebagian mereka ada yang membaca doa qunut, ada pula yang tidak membaca do’a qunut. Ada yang menggerak-gerakkan jari telunjuknya saat tasyahhud, ada pula yang hanya memberi isyarat telunjuk sekali. Ada yang ikut zikir bersama imam saat usai sholat fardhu, ada pula yang berzikir sendiri dan tidak bersuara. Mereka semua saling toleransi dan tidak menjadikan masalah khilafiyah -yang sudah ada sejak zaman dahulu- sebagai faktor pemecah belah di antara mereka. Sampai saat ini, alhamdulillah, anggota dan pengurus PKS masih solid. Dan itulah sebenarnya sikap-sikap ulama salafaus sholeh dalam menyikapi perbedaan pendapat.
Sebagai contoh: Imam Syafi’i yang meskipun mengajarkan murid-muridnya membaca doa qunut pada sholat subuh, namun beliau tidak membaca qunut saat mengimami sholat di daerah Imam Ahmad bin Hambal yang berpendapat tidak sunnah doa qunut di sholat subuh. Ketika Imam Syafii ditanya murid-muridnya mengapa gurunya tidak membaca doa qunut, Imam Syafii menjawab bahwa hal itu dilakukan karena menghormati ahlul balad (penduduk kampung itu).
Hanya saja, jika perbedaan pendapat itu terjadi dalam hal ushuliyah (masalah funmadenatl dan mendasar), terutama masalah akidah dan masalah-masalah yang ma’lum fi al-din bi al-Dharurah (masalah yang sudah diketahu secara umum dan fundamen dalam agama) PKS tidak mentolerir akidah selain akidah ahlussunah wal jamaah. Seperti mengakui ada nabi atau Rasul setelah Nabi Muhammad saw, tidak ada kewajiban sholat lima waktu dengan alasan tertentu, tidak ada syariat zakat, bahwa haji dapat dilaksanakan di selain Makkah dan Masya’ir Muqoddasah (tempat-tempa suci yang menjadi prosesi ibadah haji, seperti Mina, Muzdalifah dan Arafah). Maka dalam hal-hal seperti itu, PKS tidak menganutnya dan melarang anggota berkeyakinan seperti itu. Sedangkan perbedaan dalam masalah furu’iyah (cabang) dan masih ada dasarnya, PKS memberi kebebasan kepada anggota dan pengurusnya.
1. Marhalah (tahapan) Ta’lim adalah pengajian umum yang dapat
diikuti oleh semua orang, baik kader maupun non kader PKS. Pesertanya pun
bebas, mulai dari kalangan pelajar dan mahasiswa maupun masyarakat biasa,
seperti buruh, karyawan dan lain sebagainya. Latar belakang pendidikan
pesertapun berbeda, mulai yang tidak pernah sekolah hingga yang sudah kuliah.
Materi yang diajarkannya pun tentang keislaman, seperti aqidah, fiqih, tafsir,
hadits dan isu kontemporer lainnya. Dalam marhalah (tahapan) ta’lim ini,
bisa berupa pengajian rutin, seminar, bedah buku, sarasehan, mabit dan lain
sebagainya.
2. Takwin, maknanya adalah pembentukan. Yang dimaksud
pembentukan disini adalah pembentukan karakter Islami. Pesertanya adalah mereka
yang ingin menjadi muslim yang baik dan berkarakter islami. Jadi siapapun boleh
mengikuti pengajian model ini. Materinya pun sama dengan ta’lim di atas hanya
ditambah dengan sekelumit fiqih Dakwah (Ilmu dakwah). Selain itu peserta
dipantau tentang perilaku sehari-harinya dalam sepekan. Mulai dari frekwensi
sholat berjamaah di masjid, target kuantitas dan kualitas tilawah qur’an,
qiyamullail, puasa sunnah, wirid doa ma’tsurat, akhlaknya kepada keluarga dan
tetangga dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan karena tujuan marhalah
(tahapan) ini adalah membentuk karakter yang Islami dengan cara menghidupkan
ibadah fardhu dan sunnah serta akhlak dalam kehidupan sehari-hari peserta.
3. Tanzhim, maknanya adalah pengorganisasian. Maksudnya
adalah memasukkan para peserta yang sudah baik karakter keislamannya di marhalah
Takwin sebagai kader dakwah aktif (kader PKS). Misalnya; sholat berjamaahnya
sudah rajin, tilawahnya mencapai target dalam setiap harinya, sholat dhuha dan
tahajjudnya dalam sepekan sudah baik, maka mereka diajak untuk ikut berdakwah
dan menjadi kader dakwah. Materi yang diberikan adalah selain materi seperti
yang terdapat pada marhalah (tahapan) Ta’lim dan Takwin, juga diberikan materi
yang berhubungan strategi dakwah serta pembekalan tentang keorganisasian PKS.
Pengajian pada marhalah (tahapan) ini biasa disebut dengan TRP (Ta’lim Rutin
Partai)
Demikianlah jawaban kami, semoga
bermanfaat dan membuka wawasan kita sesama saudara se-iman dan se-Islam. Semoga
Allah SWT selalu membimbing kita dalam mewujudkan izzul islam wal muslimin
(kemuliaan islam dan kaum muslimin)
oleh : H. Muhammad Jamhuri, Lc.
Post a Comment