Header Ads

ad

Membaca Arah Reshuffle Kabinet (Ekonomi) Jokowi

Pada Rabu siang tadi Presiden Jokowi telah mengumumkan perombakan Kabinet Kerjanya, dengan adanya pergantian delapan menteri dan pertukaran posisi empat menteri. Perombakan kabinet oleh Presiden harus dihormati dan merupakan hak prerogratif presiden. Namun tentu saja perombakan kabinet kapanpun itu dilakukan selalu saja menimbulkan spekulasi terhadap tafsir yang berkembang dibalik terjadinya perombakan kabinet, baik tafsir yang berkembang dari hasil pembacaan dan penerawangan politik maupun tafsir yang berkembang dari hasil pembacaan dan penerawangan ekonomi, apalagi dikarenakan mayoritas perombakan kabinet terjadi pada menteri yang berkaitan dengan kinerja fiskal, investasi, dan ekonomi.

Dari sisi politik bisa ditafsirkan sebagai pindahnya sebagian partai pendukung KMP yang selama ini oposisi kepada pemerintah menjadi koalisi dengan pemerintah, masuknya sebagian partai pendukung KMP kepada koalisi dengan pemerintah serta mendapatkan jatah kursi menteri tentu saja telah mengurangi jatah kursi menteri dari partai pendukung KIH, yang mengusung Jokowi pada pilpres 2014. Ada fenomena 
berkurangnya kekuatan oposisi KMP dan bertambahnya kekuatan koalisi pemerintahan Jokowi, dan tentu saja kekuatan koalisi pemerintah Jokowi akan tergambar dalam peta kursi dan suara dukungan parlemen yang bertambah kuat karena sudah melebihi 50% kursi di Parlemen, fenomena ini tentu saja bisa dilihat dari pergantian Menkopolkam, karena kondisi politik kedepan diperhitungkan lebih stabil dan kondusif. Sedangkan tafsir lain dari sisi politik bisa dikembangkan lebih lanjut, termasuk membaca sikap kritis dari beberapa menteri yang kemudian direshuffle.

Dari sisi ekonomi bisa ditafsirkan sebagai upaya penyelamatan kesehatan fiskal dalam jangka pendek (2016) dan penyelamatan kinerja ekonomi sampai berakhirnya pemerintahan Jokowi pada 2019. Dalam jangka pendek sebenarnya kesehatan fiskal kita terancam oleh kegagalan fiskal (fiscal failure) karena lemahnya sisi perencanaan fiskal dan lemahnya koordinasi antara lembaga perencanaan pembangunan dan anggaran dengan lembaga penerima pemasukan pendapatan negara. Terjadinya shortfall dalam penerimaan negara akibat gagalnya target penerimaan negara sebesar Rp 290 triliun telah menyebabkan terjadinya pemotongan anggaran di tingkat pusat (kementerian) sampai tingkat daerah (pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota), tentu saja pemotongan anggaran yang sebagian besarnya adalah anggaran belanja modal yang menyentuh sektor riil akan berpengaruh terhadap kinerja perekonomian secara luas, utamanya adalah pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Selain pemotongan anggaran, maka didalam APBN-P 2016 terjadi peningkatan defisit untuk menambah anggaran, terjadi peningkatan defisit menjadi Rp 296,723 triliun atau Rp 2,35% dari PDB, defisit ini berubah dari sebelumnya Rp 273,178 triliun atau 2,15% dari PDB.

Diantara itu semua yang sangat diharapkan untuk menutup kekurangan anggaran adalah implementasi UU Tax Amnesty yang ditargetkan akan mendatangkan dana repatriasi sebesar Rp 1000 triliun yang akan dapat digunakan sektor swasta menggerakkan investasi, dan target penerimaan APBN-P 2016 bertambah dari tarif tebusan sebesar Rp 165 triliun, target hasil lainnya adalah meningkatnya data wajib pajak (WP) sampai 200%. Namun realisasi yang terjadi sampai pekan ini adalah: total harta yang dideklarasikan (belum direpatriasi) oleh WP sebesar Rp 396 miliar; total uang tebusan adalah Rp 7,24 miliar; dan ada 34 WP yang mendaftarkan mengikuti program Tax Amnesty. Dalam sembilan bulan masa tax amnesty, maka tiga bulan pertama (juli agustus september) adalah periode emas (golden period) karena uang yang masuk ke penerimaan negara (dana tebusan) atau swasta (dana repatriasi) dapat dibelanjakan kepada belanja modal (capital expenditure) sehingga dapat mempengaruhi peningkatan kinerja ekonomi, pada periode tiga bulan kedua (oktober nopember desember) penerimaan yang didapatkan sulit untuk digunakan sebagai belanja modal, apalagi penerimaan pada periode tiga bulan terakhir (januari pebruari maret) yang sudah masuk dalam perencanaan RAPBN 2017. Menteri Keuangan yang baru dengan koneksi internasionalnya diharapkan mampu mencegah terjadinya kegagalan fiskal (fiscal failure) yang mengancam APBN-P 2016, atau minimal mampu membuat RAPBN-P kedua 2016 pada sekitar bulan oktober bersama dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas untuk memotong anggaran dan meningkatkan anggaran defisit lebih besar lagi sampai batas taratas, apabila target penerimaan negara dari tax amnesty tidak tercapai. Apalagi telah beredar luas kabar bahwa entitas perbankan di Singapura melakukan juga operasi-operasi untuk mencegah uang orang Indonesia pulang kampung, dengan menjanjikan peningkatan suku bunga sebesar biaya tarif tebusan yang harus dibayarkan oleh pemilik uang yang akan mengikuti program tax amnesty.

Berlanjut

Memed Sosiawan
Ketua Bidang Ekuintek-LH, DPP PKS

Tidak ada komentar