Tax Amnesty dan Para Calon Pahlawan Baru
Telah dimuat di Selasar.com
kabarPKS.com - Tiga belas tahun lamanya memburon. Bukan waktu
yang sebentar. Pada tahun 2003 lalu ia didakwa merugikan uang negara
sebesar 169 miliar rupiah. Bukan angka yang kecil di zaman itu. Ia
divonis kurungan empat tahun penjara. Saat hendak dieksekusi, ia
melarikan diri.
Dan beberapa waktu lalu ia telah ditangkap di Cina dengan bantuan
interpol. Samadikun Hartono, koruptor BLBI itu ditangkap saat hendak
menonton balap FI di Shanghai. Kamis malam, 21 April 2016, ia tiba di
Jakarta dengan sambutan "gegap gempita". Kedatangannya mendapat sambutan
Jaksa Agung Prasetyo dan Kepala Badan Intelijen Negara, Sutiyoso.
"Selayaknya menjemput presiden atau tamu negara", begitu penilaian
politisi PDIP, Henry Yosodiningrat. “Memanjakan para koruptor”, kata
Anggota Komisi III DPR, Supratman.
Saking isitmewanya koruptor BLBI yang satu ini, sampai-sampai tidak ada
borgol melingkar di lengannya. Bebas dan baik-baik saja. Tak seperti
rakyat jelata yang tertangkap mencuri yang bila tampil di televisi
sering terlihat terpincang-pincang dengan wajah lebam. Sontak hal ini
mendapat kritik oleh Jazuli Juwani, ketua Fraksi PKS. "Ya saya kira itu
yang harus dievaluasi dari aparat penegak hukum. Katanya negara kita kan
negara hukum, seluruh warga negara ini memiliki hak dan status yang
sama. Harusnya pemerintah konsisten dalam perlakukan seluruh orang-orang
yang dianggap melanggar hukum. Tidak boleh dong pandang bulu,” ujarnya.
Mungkin rakyat Indonesia harus terbiasa dan tidak kaget lagi apabila ada
orang yang berbuat tak pantas atau berlaku jahat namun malah mendapat
perlakuan khusus di depan khalayak. Publik belum lupa dengan candaan
yang tak sopan dari Zaskia Gotik soal lambang sila kelima yang ia
katakan “bebek nungging”. Bagaimana mungkin negara punya simbol seaneh
itu. Tapi alih-alih ia mendapat pidana akibat pernyataan yang menghina
lambang negara itu, Zaskia malah diangkat jadi “duta pancasila”. Kok
bisa begitu? Ya begitulah…
Atau seorang ABG yang menghebohkan dunia maya karena melawan aparat dan
mengaku anak Jenderal. Sonya Depari nama gadis itu. Setelah dihujat
habis-habisan oleh masyarakat, rupanya ia malah naik pangkat menjadi
duta narkoba.
Jangan kaget, karena sudah dekat masanya para pelaku tindak pidana akan
mendapat sanjungan layaknya Robin Hood. Bedanya, Robin Hood mencuri
harta orang kaya yang tamak untuk dibagikan kepada orang miskin. Namun
sebentar lagi, orang-orang kaya yang menyimpan uangnya di luar negeri
dan enggan membayar pajak kepada negara, akan dimaafkan kesalahan dan
utang pajaknya dan dianggap layaknya pahlawan manakala mau memindahkan
uangnya ke dalam negeri. Hal itu dapat terjadi manakala kebijakan tax
amnesty jadi diberlakukan di negara ini.
Bagaimana tidak menjadi pahlawan. Berulang kali capaian penerimaan pajak
gagal memenuhi target. Tahun 2015 lalu, penerimaan pajakhanya mencapai Rp 1.055 triliun dari
target pajak Rp 1.294,25 triliun, atau hanya tercapai 81.5 persen.(1)
Nah, tax amnesty yang akan dinikmati para konglomerat yang selama ini
tidak membayar kewajiban itu diharapkan memberi potensi penerimaan pajak
sebesar Rp 45,7 triliun rupiah.(2) Wah, sungguh berjasa bukan mereka
itu?
Tetapi potensi penerimaan negara yang hilang akibat adanya pengampunan
itu, dalam sebuah artikel yang ditulis di media online disebut mencapai
Rp 497 triliun sampai Rp 798 triliun.(3) Sepuluh sampai delapan belas
kali lipatnya. Sebesar itu harga untuk menjadikan mereka sebagai
“pahlawan”.
Makanya banyak kalangan menilai adanya wacana tax amnesty menandakan
pemerintah telah menyerah kalah oleh para pelaku pidana penggelap pajak.
Direktur Institute Development of Economics and Finance (Indef), Enny
Sri Hartati mengatakan bahwa tax amnesty ini adalah langkah putus asa.
"Tax amnesty ini saya kira orang sudah hopeless ya," ujarnya seperti
dikutip media.
Mungkin saya terlalu su’uzhon dengan pemerintah. Menganggap pemerintah
akan memperlakukan para penikmat tax amnesty sebagai orang yang berjasa
buat negara. Belum tentu begitu. Tapi mohon maklumi. Prasangka saya
akibat melihat kenyataan Samadikun Hartono, Zaskia Gotik, atau Sonya
Depari. Bayangkan, betapa banyak guru sekolah yang mengajarkan filosofi
pancasila kepada muridnya dengan penuh penghayatan, namun mereka tak
masuk kualifikasi untuk menjadi duta pancasila. Seorang penghina
pancasila lah yang layak menjadi seorang duta. Atau betapa banyak pegiat
anti narkoba yang berjuang menyadarkan anak muda, tetapi tak masuk
hitungan untuk menjadi duta anti narkoba. Justru seorang bocah yang
menghardik aparat yang berhak mendapatkan gelar tersebut.
Adilkah? Bagi saya tidak adil. Namun saya harus siap dengan
ketidak-adilan berikutnya. Yaitu kebijakan tax amnesty. Saya yang tiap
hari membayar pajak PPn 10%, penghasilan dipotong pajak, tabungan
dipotong pajak, rumah harus dibayar pajaknya, dan lain-lainnya, harus
kalah dimanjakan oleh mereka yang menunggak pajak bermilyar-milyar dan
akan diampuni oleh pemerintah.
Tapi tak hanya saya yang merasa tax amnesty itu tidak adil. Di Senayan
sana syukurnya masih ada yang berpendapat begitu. Salah satunya Wakil
Ketua Fraksi PKS DPR RI Ecky Awal Mucharam yang pernah menegaskan
begini: “Sementara di sisi lain, ada ibu-ibu yang membeli minyak goreng
dikenakan pajak PPN, ada karyawan yang dipotong gajinya karena PPH, dan
ada petani yang kena pajak PBB. Kontribusi ini sangat besar untuk
pembangunan, dibandingkan dengan para pengemplang pajak tersebut yang
jumlahnya kurang dari 1 persen tapi menguasai 50 persen lebih kekayaan
Indonesia. Ini mencederai Keadilan Sosial.”
Banyak juga anggota masyarakat yang berteriak memprotes tax amnesty ini.
Enny Sri Hartati sampai berbicara ketus di media, "Enak banget jadi
konglomerat, sudah enggak bayar pajak, dikasih pengampunan,"
Akhirnya saya bisa berdoa, semoga perjuangan mereka yang menolak tax amnesty dipermudah oleh Allah swt.
Tautan:
1. http://bisnis.liputan6.com/read/2403217/realisasi-penerimaan-pajak-2015-capai-815-dari-target
2. http://wartaekonomi.co.id/read/2016/04/25/98258/komisi-xi-pertanyakan-dana-dari-hasil-penerapan-tax-amnesty.html
3. http://koran.bisnis.com/read/20160420/251/539751/-harga-pengampunan-pajak
(Zico Alviandri)

Post a Comment