Hati yang Perawan
by : Fitria Eva
Tidak semua orang beruntung memasuki gerbang pernikahan dengan kondisi hati yang perawan. Ada banyak pelabuhan tempat hati kita tertambat sebelum menemukan pulau impian dimana kita sudah ingin bersandar selamanya. Cinta monyet, cinta pertama, cinta tak sampai, cinta yang dikhianati, cinta palsu, menjadi kisah-kisah yang membuat hati kita carut marut dan tak jelas warnanya karena sering berganti rasa. Ibarat kertas selembar,ia telah beberapa kali kusut oleh gosokan penghapus dan polesan tip- ex.
Saat ‘The best one at the right time’ itu hadir, dunia laksana taman bunga di tepi telaga. Wangi, sejuk, berwarna. Oh my God, terasa konyollah semua pengembaraan itu(helloow…betapa bodohnya gue dulu bisa jatuh cinta pada si dia, pada si doi, pada si bebi, pada si pipi). Cinta segar tertumpah total untuk sang mempelai yang hadir memahkotai kita dengan pernikahan. Pangeran berkuda putih dengan mahar di tangan. Dan kita merasa seolah tak pernah jatuh cinta sebelumnya. Dialah belahanku. Yang sebelumnya tentu belahan orang lain yang sempat salah alamat mampir padaku
Tapi pernikahan tentulah bukan hanya masalah cinta dan hati. Berdua kita harus bersama naik dan turun, tertawa dan menangis. Fluktuasi itu kadang mendaki dan menurun curam. Seperti gunung dan lembah yang menjadi keniscayaannya. Dan hati yang tak utuh ibarat terjepit oleh masa lalu dan masa depan. Di titik-titik tinggi rendah itu nyatalah bahwa ia punya bakat spesial yang terwarisi dari masa lalunya: Membandingkan.
Dan ingatkah kau sifat perbandingan? Dalam matematika, jawabannya cuma 3 : < , =, >. Ah, dan masalah terbesar adalah engkau bukan sedang membandingkan angka. Takaran apa yang paling jujur ketika yang ditimbang adalah hal seabstrak cinta, seimajiner kasih sayang, semisterius perhatian, bahkan sekonyol romantisme? Sadarilah, dalam perjalanan pernikahan tak ada yang lebih berbahaya dari perbandingan-perbandingan. Karena satu hal hampir bisa dipastikan: Setiap kali kau memenangkan yang satu, maka engkau akan makin terjauhkan dengan yang satunya lagi. Dan sayangnya, yang sudah di genggaman itu memang tak semenarik ketika masih sebagai harapan. Sehingga sering terkalahkan.
Tapi sungguh ini cuma tentang ketidakadilan. Kau cuma berpaling ke belakang saat di depanmu tak menyenangkan. Saat menangis sekarang, yang terbayang adalah dulu aku pernah tertawa begitu bahagia. Saat sepi sekarang, yang teringat adalah dulu aku pernah begitu berkubang perhatian dan kasih sayang. Tapi pernahkah kau mau membandingkan saat bahagia sekarang bahwa luka yang begitu dalam pernah tertoreh (baca:ditorehkan) masa lalumu? Maukah kau menghitung kembali airmatamu yang pernah tertumpah saat sekarang kau sedang tertawa?
Alangkah nikmat hati suci yang terjaga dan hanya terbuka saat yang halal sudah datang. Semuanya menjadi pertama dan menakjubkan. Benarlah kiranya bahwa wanita selalu dinilai dari masa lalunya sedangkan lelaki dinilai dari masa depannya. Kalimat bersayap yang oleh sebagian peburuksangka diartikan sebagai lelaki itu egois dan menuntut kemurnian dan keserbapertamaan sedangkan wanita selamanya adalah pemburu materi dan pencapaian. Bagi yang mau mengakui,-atau membuktikan?- maka mereka akan faham, bahwa jauh dibalik kalimat itu ada kebenaran yang begitu terang bahwa memang sungguh berbahaya wanita yang bermain-main dengan keperawanan hatinya. Setiap kau nodai keperawanan hatimu berarti engkau makin meletakkan visi kebahagiaanmu di tempat yang semakin utopis, klise, filmis, dan yang paling buruk: tragis.
Ah, betapa Sang Pencipta Hati kita sangat mengerti ini, itulah mengapa jauh sebelum pergaulan telah mencapai lompatan yang sangat besar hingga sekarang keperawanan dalam sisi apapun tidak lebih mahal dari harga sebuah ponsel Cina, Allah Sang Maha Kasih telah menekankan harga mati menjaga keperawanan hati kita.
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS.Al Isra’:32)
“Katakanlah kepada wanita yang beriman:”Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)Nampak dari padanya…”(QS.An Nur:31)
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”(QS.Al Ahzab:33)
Maka berhati-hatilah dengan hatimu wahai wanita….segumpal darah itu engkau sendirilah yang menentukan, akan menjadikanmu siapa.
Post a Comment